Lemba Lowe : Kedamaian di Kaki Gunung Bawakaraeng

Sore hari di kamis tanggal 05 mei 2016 sekitar pukul 16:30 WITA, setelah berdoa dan dilepas dengan jabat erat oleh anggota Korpala Unhas, kami segera meninggalkan mabes Korpala Unhas menuju entry point di Dusun Lengkese, Desa Manimbahoi, Kecamatan Parigi Kabupaten Gowa. Melewati jalan poros Makassar –Malino via Antang, dua sepeda motor melaju disela –sela kepadatan lalu –lintas Kota Makassar karena aktivitas masyarakat yang ramai di sore hari.
Dalam perjalanan melewati bendungan Bili –Bili, sekitar 30 kilometer di arah timur Kota Makassar bendungan ini terhampar sebagai bendungan terbesar yang ada di Sulawesi Selatan dan menjadi sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Gowa dan Kota Makassar. 
Beberapa ruas jalan yang sudah semestinya menjadi perhatian pemerintah membuat kami harus ekstra hati-hati dan  mengurangi kecepatan laju motor. Dari jalan yang telah banyak rusak berlobang, beberapa tumpukan material hasil dari tumpahan bahan bangunan yang di bawa oleh truk besar karena muatan berlebih turut mengganggu lancarnya lalu –lintas menuju Kota Malino. Padahal kota Malino yang terletak di Kecamatan Tinggimoncong, dengan banyaknya destinasi wisata dan potensi dalam menghasilkan sumberdaya alam pertanian dan perkebunan seharusnya menjadi perhatian pemerintah setempat untuk membantu kelancaran aktivitas masyarakat.
Korpala unhas foto
Sekitar pukul 18:30 WITA, kami tiba dan menyempatkan istirahat sambil menikmati cemilan di belokan masuk Dusun Lengkese. Setelah beberapa saat kami melanjutkan perjalanan melewati penurunan menuju sungai Jeneberang yang dihubungkan jembatan sepanjang kurang lebih 20 meter.
Perjalanan melewati ruas jalan poros menuju Desa Manimbahoi kami lalui dan di suguhi keindahan tatanan bunga berbagai varietas di samping kiri –kanan jalan beraspal. Walaupun dengan variasi jalan yang menanjak,  konstruksi jalanan masih lumayan bagus untuk dilalui karena belum ada kerusakan berarti yang dapat menghambat perjalanan menuju Dusun Lengkese.

Pukul 21:30 WITA, kami telah memasuki wilayah Dusun Lengkese dan segera menuju rumah Tata Rafi tempat menitip kendaraan dan melaporkan kegiatan pendakian kali ini. Saat melewati pos penjagaan di gerbang masuk jalur pendakian menuju Danau Tanralili dan Lemba Lowe terlihat banyaknya para pendaki antri menunggu panggilan registrasi sebelum melakukan pendakian. Terlihat pula di beberapa halaman rumah penduduk yang dipenuhi oleh kendaraan roda dua terparkir rapi pertanda banyaknya pendaki yang memasuki wilayah rekreasi Dusun Lengkese akhir minggu ini.
Seperti biasa kami selalu disambut dengan ramah oleh istri Tata Rafi, kebetulan Tata Rafi ikut mendaki ke Lemba Lowe bersama senior –senior dari STMIK Dipanegara dan beberapa Dosen dari Universitas Negeri Makassar (UNM). Dengan kondisi malam yang mendung dan sesekali terdengar rintik hujan, kami memutuskan untuk istirahat dan akan melanjutkan perjalanan esok pagi.

Pagi hari setelah sarapan dan menyiapkan perlengkapan, kami pun menuju gerbang masuk untuk melakukan registrasi. Proses registrasi harus dilakukan oleh pendaki sebelum masuk wilayah rekreasi via Lengkese, ini sesuai dengan aturan Pemerintah Kabupaten Gowa Kecamatan Parigi yaitu Peraturan Desa No. 05 Tahun 2016 yang dilegalisir oleh Kepala Desa Manimbahoi , Bapak Drs. Kamaruddin. Pemerintah Kabupaten Gowa dalam hal ini kerjasama dengan Forum Pemuda Lengkese (FPL) untuk mewadahi para pendaki yang akan registrasi di pos penjagaan.

Di awal tahun 2015 lalu proses registrasi belum ada diberlakukan, baru setelah akhir tahun 2015 pendakian di pungut biaya sebesar Rp. 2000,00 per kepala diluar dari biaya parkir motor di beberapa rumah penduduk yang memberlakukan. Memasuki bulan mei tahun 2016, pungutan biaya pendakian ternyata meningkat menjadi Rp. 5000,00 sesuai keputusan rapat yang diadakan pada tanggal 5 Mei 2016. Ini sesuai penuturan salah satu anggota FPL yang melakukan tugas jaga pada hari Jumat tgl 06 Mei 2016.
Dengan kenaikan tarif karcis ini sempat rekan saya berdialog di meja registrasi :
“Deh..ngapa na 5 ribu mi sekarang, waktu tahun baru ini sy datang masih 2 ribu ji nah” kata rekan saya agak protes.
‘’Iye kak, naik mi tarif tiketnya. Baru baru ji kemarin diadakan rapat untuk kenaikan tarif tiket. Jadi hari ini menjadi 5 ribu mi “terangnya kepada kami yang sempat mempertanyakan.

Semenjak diberlakukan proses registrasi dan adanya tarif karcis pembayaran pajak destinasi wisata ini, ada banyak perkembangan yang menjadi perhatian pemerintah untuk mengembangkan wilayah destinasi wisata di Dusun Lengkese tentunya.

Beberapa diantaranya yaitu bentuk pengawasan kepada para pendaki amatir yang tidak memperhatikan etika berkegiatan alam bebas seperti aksi vandalisme di jalur pendakian, membuang sampah sembarangan ditaktisi dengan pencatatan semua barang bawaan dimeja registrasi kemudian akan diperiksa kesesuaian jika telah kembali dari pendakian, belum lagi denda yang dterapkan bagi pendaki yang melanggar aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pihak pengelola. Di beberapa sudut jalur pendakian pun telah dipasang petunjuk jalur dan himbauan kepada para pengunjung agar senantiasa memperhatikan keselamatan.
Kedamaian Lemba Lowe
Sudah seharusnya sebagai pendaki apalagi pencinta alam, kita memahami maksud positif yang disampaikan oleh pihak pengelola wisata Dusun Lengkese. Disamping pengelola telah membenahi sarana prasarana penunjang safety pendakian, jelas pengelola sangat mengharapkan kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk menjaga kelestarian dan keindahan wisata Danau Tanralili “Surga di kaki Gunung Bawakaraeng” dan The Hidden Paradise Lemba Lowe yang ada di wilayah administratif Kabupaten Gowa.

Perjalanan kami lanjutkan melewati gerbang masuk jalur pendakian Tanralili, terus menyusuri jalan setapak yang telah dibenahi oleh pihak pengelola wisata. Melewati pinggiran sungai Jeneberang harus dilalui dengan hati –hati, banyaknya bebatuan yang mudah lepas dan batu kerikil di sepanjang ruas jalan menjadi faktor pelengkap untuk selalu waspada dan ingat diri.

Di ujung pendakian pertama kami menyempatkan istirahat memulihkan nafas yang mulai tidak beraturan alias poso sambil menikmati pemandangan alam sungai Jeneberang yang membentang panjang sampai tertutup kabut dan tidak terlihat ujungnya di kaki Gunung Bawakaraeng. semilir angin di pagi hari ini menambah suasana nyaman dengan kedamaian. Jelas beda dengan hiruk pikuk dan kejenuhan saat berada dalam suasana kampus di Kota Makassar.

Selesai mengambil beberapa gambar kemudian berangkat kearah jalur Danau Tanralili, sekitar pukul 11:00 WITA tiba di Danau Tanralili. Pesona Danau berbentuk Mahkota Raja itu memang selalu menjadi daya tarik bagi para pengunjung tiap minggunya baik anak –anak, remaja, dewasa dan orang tua yang dapat menjangkau dengan mudah Danau Tanralili. Akses yang mudah menuju Danau Tanralili jelas beda jika ingin berkunjung ke Lemba Lowe, seperti perjalanan yang akan kami tempuh saat ini. Dari Danau Tanralili, jalur trekking harus dilalui melewati jalan setapak dengan pinggiran semak dan pohon pinus. Jarak tempuh menuju Lemba Lowe dari Danau Tanralili memang agak jauh dengan waktu tempuh normal 2 jam perjalanan bagi pendaki bukan pemula. 
Walaupun membutuhkan  energy dan waktu yang lebih, pesona Lemba Lowe tidak kalah menariknya dengan Danau Tanralili. Melewati dua buah Danau dan hamparan rumput menghijau sepanjang perjalanan, telah menutupi rasa jenuh menjejali jalur trekking. Inilah Lemba Lowe dengan karakter khas yang beda bahwa menuju ke suatu tempat yang indah tak terjamah dengan suasana tenang dan damai memang membutuhkan perjuangan lebih bagi yang ingin merasakan. Begitu banyak pesona yang tidak dapat penulis gambarkan secara tertulis, Lemba Lowe terlalu mempesona untuk sekedar digambarkan dalam beberapa kali perjalanan.

Sedikit lebih cepat dari waktu normal perjalanan, kami tiba di lokasi camp Lemba Lowe pukul 13:10 WITA. Mencari lokasi camp yang paling tepat kemudian mendirikan tenda adalah hal wajib pertama yang harus dilakukan, boleh juga yang lainnya mengambil air dan memasak air untuk persiapan ngopi, hal ini berguna meminimalisir terjadinya hujan ataupu perubahan cuaca yang dapat menyebabkan turunnya kondisi tubuh sehingga perlu adanya proses metabolisme dengan jalan konsumsi makanan/minuman yang mudah dicerna tubuh juga untuk mengembalikan kehangatan tubuh.

Bersenda gurau bercerita pengalaman dari masa lalu sambil menyeruput kopi plus snack adalah hal yang umum dilakukan para pendaki jika telah berada dalam situasi tenang dan damai. Disamping mempererat tali persaudaraan sesama Pencinta Alam (PA), juga wujud kebebasan dalam menenangkan diri dengan melepas kepenatan dan beban fikiran terkait perkuliahan selama di lingkup kampus.
Sore hari, adanya Hammock yang menjadi pelengkap dalam bersantai, kami menyempurnakan rutinitas di pendakian kali ini dengan sesekali bergantian ambil gambar. Beberapa diantara rekan saya menyempatkan mandi untuk merasakan kesegaran mata air murni Lemba Lowe yang sangat dingin. Malam hari hujan turun perlahan, segera kami masak dan makan malam, kemudian melanjutkan cerita di sore hari sampai terlelap tidur dalam mimpi masing –masing.

Sekecil apapun, sesuatu yang dilakukan jelas akan memberikan dampak terhadap kehidupan kita entah dampak itu positif atau negatif, dan dirasakan saat ini ataupun dimasa yang akan datang, yang perlu kita benahi dalam diri adalah mantapkan niat, berani melangkah dengan penuh kepercayaan dalam diri agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Kata Orang Bijak : “Tidak pernah ada hasil yang menghianati proses. So keep enjoy and doing what you want !

Viva Korpala Unhas.

K 126 14 497

0 Response to "Lemba Lowe : Kedamaian di Kaki Gunung Bawakaraeng"

Posting Komentar